Optimalkan Pengelolaan Perikanan Tuna Sirip Biru Selatan melalui Pertemuan TCWG03 dan CC17

  • 7 Oktober 2022 14:05

 

Jakarta (07/10). Indonesia yang telah menjadi Negara anggota Commission for the Conservation of Southern Bluefin Tuna (CCSBT) sejak tahun 2008, sesuai dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 109 Tahun 2007 tanggal 6 Desember 2007. CCSBT yang merupakan organisasi antar pemerintah, berwenang dan bertanggung jawab untuk melakukan pengaturan pemanfaatan terhadap jenis ikan Tuna Sirip Biru Selatan di seluruh wilayah distribusinya. Saat ini terdiri dari 8 negara anggota, diantaranya: Afrika Selatan, Australia, Fishing Entity of Taiwan, Indonesia, Jepang, Korea, Selandia Baru dan Uni Eropa. Setiap tahunnya CCSBT menyelenggarakan berbagai rangkaian pertemuan yang dihadiri oleh negara anggota dan Observer untuk membahas isu-isu terkait dengan status stok Southern Bluefin Tuna (SBT), Management Procedure (MP), Total Allowable Catch, tindakan pengelolaan/resolusi CCSBT (a.l. Tagging, Catch Documentation Scheme (CDS dan E-CDS), electronic monitoring, attributable catch, program observer, Ecological Related SpeciesPerformance Review of the CCSBT dan work plan tahuan.  Diantaranya juga dilaksanakan pertemuan komisi finansial dan administrasi untuk membahas perencanaan dan penganggaran CCSBT, iuran keanggotaan dan agenda pelaksanaan kegiatan CCSBT setiap tahunnya.

 

Pertemuan Commission for the Conservation of Southern Bluefin Tuna (CCSBT) 2022 pada The 3rd Meeting of the Technical Compliance Working Group (TCWG03) dan The 17th Meeting of the Compliance Committee (CC17) dipimpin oleh Mr. Frank Meere dari Australia selaku Chairperson dan dihadiri sekitar 47 peserta yang terdiri dari Delegasi 6 Negara CCSBT (Australia, Fishing Entity of Taiwan, Indonesia, Jepang, Korea Selatan dan Selandia Baru), serta observer (USA, Fiji, Mauritius, Agreement on the Conservation of Albatrosses and Petrels, Birdlife International, PEW Charitable Trusts). Pertemuan berlangsung pada tanggal 3 - 7 Oktober 2022.

 

Delagasi Indonesia dipimpin oleh Koordinator PSDI ZEEI dan Laut Lepas selaku Head of Delegation, dengan Alternate Head of Delegation Sub Koordinator Tata Kelola SDI ZEEI dan Laut Lepas dan anggota delegasi terdiri dari unsur Ditjen Perikanan Tangkap, Badan Riset dan Inovasi Nasional, Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan, Sekretariat Jenderal, dan Asosiasi Tuna Longline Indonesia. Pertemuan TCWG03 membahas pengembangan Electronic Monitoring Systems (EMS) yang disepakati oleh CC16, saat ini terdapat beberapa makalah EMS yang diusung oleh beberapa negara member yakni New Zealand, Japan, Australia dan USA. Sedangkan pada pertemuan CC17 membahas Overview of Compliance with CCSBT Conservation and Management Measures, Operation of CCSBT Measures (Issues and Updates), Attributable SBT Catch Definition and Depredation, 2021 CCSBT Performance Review, Work Program untuk tahun 2022.

 

Hasil tangkapan Indonesia pada musim 2019 dan 2020 mengalami over-catch sebesar 456,584 ton. Indonesia telah berkomitmen untuk membayar kembali tangkapapan berlebih tersebut (payback) dari tahun 2022 hingga 2026. Terkait dengan perkembangan pelaksanaan work plan to remain within TAC for 2022 untuk menghindari terjadinya over-catch di tahun 2022, Indonesai menyampaikan bahwa: Berdasarkan Keputusan Dirjen Perikanan Tangkap Nomor 17 Tahun 2022, Indonesia telah mendistribusikan kuota SBT nasional kepada asosiasi perikanan tuna yang kemudian dibagikan kepada anggotanya (perusahaan). Indonesia juga menjalin relasi yang baik terhadap asosiasi dan perusahaan pemegang kuota untuk tidak melebihi kuota yang telah ditetapkan. Dalam hal pencegahan over catch, Indonesia telah menerapkan blok kuota dan mencegah over catch untuk tahun berikutnya dalam system CDS Indonesia. Selain itu, Indonesia juga telah menerapkan warning system ketika pemanfaatan kuota masing-masing perusahaan sudah mencapai 80% dari kuota mereka.

 

Terkait dengan observer coverage, pada tahun 2021, jumlah kapal longline yang telah ditempatkan observer sebanyak 14 unit kapal. Selain itu, terkait dengan penerapan e-logbook dalam pelaksanaannya mengalami peningkatan yakni 224 kapal dari 265 kapal yang terdafar di CCSBT telah menerapkan e-logbook.

 

Indonesia telah menerapkan early warning system berupa pemberitahuan regular kepada pemegang kuota yang dilakukan per triwulan sebagai tindakan pencegahan over-catch. Indonesia juga melakukan tidakan pencegahan tambahan dengan meminta asosiasi untuk menyampaikan kepada anggotanya untuk tidak menangkap SBT di daerah di mana teridentifikasi potensi SBT kemungkinan tertangkap dalam jangka waktu yang ditentukan. Indonesia telah melakukan sosialisasi secara berkala kepada asosiasi dan perusahaan pemegang kuota untuk mengurangi tagging on port activities dan memastikan kapal penangkap ikan membawa tagging sebelum beroperasi.

 

Indonesia telah mengembangkan makalah tentang analisis data tangkapan SBT untuk mengidentifikasi daerah penangkapan SBT. Analisis data dilakukan overlay berbagai data seperti CDS, logbook, VMS. Indonesia telah melakukan konsultasi terkait dengan sumber data ekspor tuna nasional termasuk sumber dara dari statistik Indonesia dan Bea Cukai. Hasil dari konsultasi tersebut tercantum pada makalah tentang Further investigation into discrepancies between COMTRADE and Indonesia CDS data yang telah disampaikan pada pertemuan CC16. ID menyampaikan bahwa terdapat 318 kapal longline yang sudah bergabung dalam Fisheries Improvement Program (FIP) untuk mendapatkan ecolabelling. Terdapat 21 kapal yang sudah ditempatkan observer. CC17 mengapresiasi tindakan yang telah dilakukan Indonesia sebagaimana disampaikan melalui laporan perkembangan pelaksanaan work plan dan penjelasan delegasi pada saat pertemuan. CC17 merekomendasikan komisi dan EC untuk mendukung keberlanjutan work plan Indonesia.

 

Pada pembahasan Attributable SBT Catch Definition and Depredation, Indonesia mendukung pendataan untuk depredation melalui scientific observer dan mengusulkan perhitungan depredasi merupakan area pekerjaan ESC untuk stock assessment dan global TAC, namun Indonesia tidak setuju jika memasukan depredation kedalam alokasi kuota tiap negara member. Apabila suatu saat perhitungan depredation kembali dibahas dan adanya tekanan kuat untuk dimasukan dalam attributal catch, Indonesia mengusulkan agar dapat dibahas pada saat global TAC naik. Disarankan untuk menyesuaikan SOP Nasional observer DJPT untuk dapat memasukan komponen data depredation ke dalam field data yang akan dikumpulkan observer.

 

Berdasarkan makalah yang diusung oleh New Zealand dan hasil pembahasan 2021 Performance Review, CC17 menyepakati bahwa terdapat 6 kategori yaitu: (1) compliance assessment and corrective actions; (2) capacity building; (3) observer coverage and EMS; (4) strategic planning; (5) modernising CCSBT; dan (6) relationship with externals. CC17 menyepakati kategori yang memiliki prioritas tertinggi adalah compliance assessment and corrective actions dan capacity building, namun CC17 juga mencatat bahwa terdapat beberapa rekomendasi dengan skor prioritas tinggi lainnya seperti a revision of the compliance action plan dan the implementation of an e CDS. Selain itu, CC17 mencatat bawa scientific observer memiliki peran penting dalam proses penilaian kepatuha, sehingga kategori observer coverage and EMS juga merupakan area yang dipertimbangkan oleh EC dan SFMWG meskipun tidak memiliki skor prioritas tinggi. CC17 menyepakti terdapat 13 work plan tahun 2022, dan terdapat 2 work plan terkait dengan Indonesia.